Selasa, 07 Juli 2015

askep BPH


BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI

A.    Pengertian
BPH ( Benigna Prostat Hyperplasi ) adalah pembesaran progresif dari kelenjer prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine ( urethra ).
BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat ( Yuliana elin, 2011 ).

B.     Etiologi
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosterone estrogen karena produksi testosterone menurun dan terjadi konversi testosterone menjadi esterogen pada jaringan adipose diperifer. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan – lahan .( Wim de jong )
Mulai ditemukan pada umur kira –kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira – kira 80 % menderita kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin. Testosterone dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat , sedangkan estrogen ( dibuat oeh kelenjer adrenal ) mempengaruhi bagian tengan prostat.

C.     Tanda dan gejala
Walaupun hiperplasi prostat selalu terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai gejala – gejala klinik.
Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala. Gejala BPH berganti – ganti dari waktu kewaktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi stabil, atau semakin buruk secara spontan.
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam 2 kategori : obstruktif ( terjadi ketika factor dinamik dan / atau factor static menguragi pengosongan kandung kemih ) dan iritatif ( hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih ). ( yulian elin , 2011 )
            Kategori keparahan BPH berdasarkan tanda dan gejala :
Keparahan penyakit
Kakhasan tanda dan gejala
Ringan
Ø  Asimtomatis
Ø  Kecepatan urinary puncak < 10 ml/s
Ø  Volume urine residual setelah pengosongan > 25 – 50 ml
Ø  Peningkatan BUN dan kreatini serum
Sedang
Semua tanda diatas ditambah obstruktif penghilangan gejala dan iritatif penghilangan gejala ( tanda dari detrusor yang tidak stabil )
Parah
Semua yang diatas ditambah satu atau dua lebih komplikasi BPH
Jenis penanganan pada pasien tumor prostat tergantung pada berat gajala kliniknya. Berat derajat klinik dibagi menjadi 4 gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. Seperti yang tercantum pada bagan berikut ini.
Derajat
Colok dubur
Sisa volume urin
I
Penonjolan prostat atas mudah diraba
< 50 ml
II
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai
50 – 100 ml
III
Batas atas prostat tidak dapat diraba
>100 ml
IV
Batas atas prostat tidak dapat diraba
Retensi urin total

Menurut R. sjamsuhidayat dan Win de jong. 2002
1.      Derajat 1 biasanya belum memerlukan tindakan – tindakan bedah, diberi pengobatan konservatif.
2.      Derajat 2 merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra ( trans urethral resection / TUR )
3.      Derajat 3 reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya dengan pembedahan terbuka, melalui trans vesikal retropublik / perienal.
4.      Derajat 4 tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari retensi urine total dengan pemasangan kateter

D.    Gejala klinik terjadi oleh karena 2 hal, yaitu:
1.      Penyempitan uertra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2.      Retensi air kemih dalm kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.

E.     Gejala klinik dapat berupa
1.      Ferkuensi berkemih bertambah
2.      Berkemih pada malam hari
3.      Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih
4.      Air kemih masih tetap menetes stelah selesai berkemih
5.      Rasa nyeri pada waktu berkemih
6.      Kadang – kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter
7.      Selain gejala – gejala diatas oleh karena air berkemih selalu terasa dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cytitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis, pyieloneprosis.



F.      Patofisiologi
BPH terjadi pada umur yang semakin tua ( > 45 tahun ) dimana fungsi tetstis sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormone testosterone dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan / pembesaran kelenjer prostat.
Makroskopik dapat mencapai 60 – 100 gram dan kadang – kadang lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai lobus posterior, yang sering merupakan tempat berkembengnya karsinoma ( Moore ).
Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang – kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu – waktu dapat menutup lumen urethra.
Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang masih baik. Warnanya bermacam – macam tergantung pada umur yang bertambah.
Apabila yang bertambah terutam unsure kelenjer, maka warnanya kuning kemerahan, berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar cairan seperti susu.
Apabila umur fibromuskuler yang bertambah, maka tojolan berwarna abu – abu padat dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas.
Gambaran mikroskopik juga bermacam – macam tergantung pada unsure yang berpoliferasi. Biasanya yang lebih berpoliferasi adalah unsure kelenjer sehingga terjadi penambahan kelenjer dan terbentuk kista – kista yang dilapisi oleh epitel torak atau koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil – papil kedalam lumen. Membrane basalis masih utuh.
Kadang kadang terjadi penambahan kelenjer yang kecil- lecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Dalam kelenjer sering terdapat secret granuler, secret yang terlepas dan corpora anylacea.
Apabila unsure fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang terjadi atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan elenjer – kelenjer yang letaknya saling berjauhan. Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi leiomymatosa. Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan limfosit.
Selain gambaran diatas sering terdapat parubahan lain berupa :
a.       Metaplasia skwamosa epitel kelenjer dekat uretra
b.      Daerah infark yang biasanya kecil – kecil dan kadang – kadang terlihat dibawah mikroskop.
Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar urin dari kandung kemih.
G.    Ada 3 cara pengukuran besarnya hipertropi prostat
1.      Rectal grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang menonjol kedalam lumen rectum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli – buli kosong.
Gradasi ini adalah :
a.       0 – 1 cm : grade 0
b.      1 – 2 cm : grade 1
c.       2 – 3 cm : grade 2
d.      3 – 4 cm : grade 3
e.       4 cm       : grade 4
Pada grade 3 – 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotic, teraba lebih kecil dari normal.
2.      Clinical grading, dalam hal ini urin menjadi patokan . pada pagi hari setelah bangun pasien disuruh kencing sampai selesai , kemudian dimasukkan kateter kadalam buli – buli untuk mengukur sisa urine.
a.       Sisa urine 0 cc : normal
b.      Sisa urine 0-50 cc : grade 1
c.       Sisa urine 50-100 cc : grade 2
d.      Sisa urine > 150 cc : grade 3
e.       Tidak bisa kencing : grade 4
3.      Intra urethra grading, dengan alat perondoskop dengan diukur / dilihat beberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra.
a.       Grade 1 :
Clinical grading sejak berbulan – bulan, bertahun – tahun, mengeluh kalau kencing tidak lancar, pancaran lemah, nokturia.
b.      Grade II :
Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
c.       Grade III :
Gejala makin berat.
d.      Grade IV :
Buli – buli penuh, disuria, overflow incontinence, bila overlow inkotinence dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 40 – 41 C, kesadaran menurun.






H.    Komplikasi
1.      Urynaria traktus infection
2.      Retensi urin akut
3.      Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal.

I.       Bila operasi bosa terjadi
a.       Impotensi ( kerusakan nevron pundedes )
b.      Hemoragic paska bedah
c.       Fistula
d.      Striktur paska bedah
e.       Inkontinensia urin

J.       Pemeriksaan fisik
1.      Urinolisis
2.      Urine kultur
3.      Pemeriksaan fisik

K.    Penatalaksanaan
1.      Konservatif
2.      Obat – obatan : antibiotika , jika perlu.
3.      Self care :
a.       Kencing dan minum teratur.
b.      Rendam hangat, seksual intercourse
4.      Pembedahan
a.       Retropubic prostatectomy
b.      Perineal prostatectomy
c.       Suprapubic / open prostatectomy
d.      Trans urethtral resection ( TUR ), yaitu : suatu tindakan untuk menghilangkan obstruksi prostat dengan menggunakan cystoscope melalui urethra. Tindakan ini dilakukan pada BPH grade I.
Kontraindiksi tindakan pembedahan :
Orang tua dengan :
1)      Decompensasi kordis
2)      Infark jantung baru
3)      Diabetes mellitus
4)      Malnutrisi berat
5)      Dalam keadaan koma
6)      Tekanan darah systole 200 – 260 mmHg

L.     Hal – hal yang perlu diperhatikan pada pasien post Tur prostat.
1.      Drainase urine, meliputi : kelancaran, earna, jumlah, cloting
2.      Kebutuhan cairan : minum adekuat ( ± 3 liter/hari )
3.      Program “ bladder training “ yaitu latihan kontraksi otot – otot perineal selama 10 menit dilakukan 4 kali sehari.
4.      Dan menentukan jadwal pengososngan kandung kemih : bokong pasien diletakkan diatas stekpan / pispot atau pasien diminta ke toilet selama 30 menit – 2 jam untuk berkemih.
5.      Diskusikan pemakaian kateter intermiten
6.      Monitor tumbul tanda – tanda infeksi ( kalor, dolor, rubor, tumor, fungsulaesa )
7.      Rawat kateter secara steril tiap hari. Pertahankan posisi kateter, jangan sampai tertekuk.
8.      Jelaskan pola eliminasi dan pola seksual
9.      Fungsi normal kandung kemih akan kembali pada waktu 2-3 minggu , namun dapat juga sampai 8 bulan yang perlu diikuti dengan latihan perineal / kegel exercise.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar