BENIGNA
PROSTAT HYPERTROPI
A. Pengertian
BPH
( Benigna Prostat Hyperplasi ) adalah pembesaran progresif dari kelenjer
prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (
urethra ).
BPH
( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat ( Yuliana elin,
2011 ).
B.
Etiologi
Dengan
bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosterone estrogen
karena produksi testosterone menurun dan terjadi konversi testosterone menjadi
esterogen pada jaringan adipose diperifer. Karena proses pembesaran prostat
terjadi secara perlahan – lahan .( Wim de jong )
Mulai
ditemukan pada umur kira –kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai
dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira – kira 80 %
menderita kelainan ini.
Sebagai
etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin. Testosterone dianggap
mempengaruhi bagian tepi prostat , sedangkan estrogen ( dibuat oeh kelenjer
adrenal ) mempengaruhi bagian tengan prostat.
C.
Tanda dan gejala
Walaupun
hiperplasi prostat selalu terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai
gejala – gejala klinik.
Pasien
BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala. Gejala BPH berganti –
ganti dari waktu kewaktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi stabil, atau
semakin buruk secara spontan.
Berbagai
tanda dan gejala dapat dibagi dalam 2 kategori : obstruktif ( terjadi ketika
factor dinamik dan / atau factor static menguragi pengosongan kandung kemih )
dan iritatif ( hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung
kemih ). ( yulian elin , 2011 )
Kategori keparahan BPH berdasarkan tanda dan gejala :
Keparahan
penyakit
|
Kakhasan
tanda dan gejala
|
Ringan
|
Ø
Asimtomatis
Ø
Kecepatan urinary puncak < 10 ml/s
Ø
Volume urine residual setelah pengosongan > 25
– 50 ml
Ø
Peningkatan BUN dan kreatini serum
|
Sedang
|
Semua
tanda diatas ditambah obstruktif penghilangan gejala dan iritatif
penghilangan gejala ( tanda dari detrusor yang tidak stabil )
|
Parah
|
Semua
yang diatas ditambah satu atau dua lebih komplikasi BPH
|
Jenis
penanganan pada pasien tumor prostat tergantung pada berat gajala kliniknya.
Berat derajat klinik dibagi menjadi 4 gradasi berdasarkan penemuan pada colok
dubur dan sisa volume urin. Seperti yang tercantum pada bagan berikut ini.
Derajat
|
Colok
dubur
|
Sisa
volume urin
|
I
|
Penonjolan
prostat atas mudah diraba
|
<
50 ml
|
II
|
Penonjolan
prostat jelas, batas atas dapat dicapai
|
50
– 100 ml
|
III
|
Batas
atas prostat tidak dapat diraba
|
>100
ml
|
IV
|
Batas
atas prostat tidak dapat diraba
|
Retensi
urin total
|
Menurut R.
sjamsuhidayat dan Win de jong. 2002
1.
Derajat 1 biasanya belum memerlukan
tindakan – tindakan bedah, diberi pengobatan konservatif.
2.
Derajat 2 merupakan indikasi untuk
melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (
trans urethral resection / TUR )
3.
Derajat 3 reseksi endoskopik dapat
dikerjakan, bila diperkirakan prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1
jam sebaiknya dengan pembedahan terbuka, melalui trans vesikal retropublik /
perienal.
4.
Derajat 4 tindakan harus segera
dilakukan membebaskan klien dari retensi urine total dengan pemasangan kateter
D. Gejala
klinik terjadi oleh karena 2 hal, yaitu:
1. Penyempitan
uertra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2. Retensi
air kemih dalm kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
E. Gejala
klinik dapat berupa
1. Ferkuensi
berkemih bertambah
2. Berkemih
pada malam hari
3. Kesulitan
dalam hal memulai dan menghentikan berkemih
4. Air
kemih masih tetap menetes stelah selesai berkemih
5. Rasa
nyeri pada waktu berkemih
6. Kadang
– kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat berkemih
sehingga harus dikeluarkan dengan kateter
7. Selain
gejala – gejala diatas oleh karena air berkemih selalu terasa dalam kandung
kemih, maka mudah sekali terjadi cytitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu
hydroneprosis, pyieloneprosis.
F.
Patofisiologi
BPH terjadi pada umur
yang semakin tua ( > 45 tahun ) dimana fungsi tetstis sudah menurun. Akibat
penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormone testosterone
dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan / pembesaran kelenjer
prostat.
Makroskopik dapat
mencapai 60 – 100 gram dan kadang – kadang lebih besar lagi hingga 200 gram
atau lebih.
Tonjolan biasanya
terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian
posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai lobus
posterior, yang sering merupakan tempat berkembengnya karsinoma ( Moore ).
Tonjolan ini dapat
menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra menyerupai celah, atau
menekan dari bagian tengah. Kadang – kadang penonjolan itu merupakan suatu
polip yang sewaktu – waktu dapat menutup lumen urethra.
Pada penampang,
tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang masih baik.
Warnanya bermacam – macam tergantung pada umur yang bertambah.
Apabila yang bertambah
terutam unsure kelenjer, maka warnanya kuning kemerahan, berkonsistensi lunak dan
terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang berwarna putih
keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar cairan
seperti susu.
Apabila umur
fibromuskuler yang bertambah, maka tojolan berwarna abu – abu padat dan tidak
mengeluarkan cairan seperti halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga
batasnya tidak jelas.
Gambaran mikroskopik
juga bermacam – macam tergantung pada unsure yang berpoliferasi. Biasanya yang
lebih berpoliferasi adalah unsure kelenjer sehingga terjadi penambahan kelenjer
dan terbentuk kista – kista yang dilapisi oleh epitel torak atau koboid selapis
yang pada beberapa tempat membentuk papil – papil kedalam lumen. Membrane
basalis masih utuh.
Kadang kadang terjadi
penambahan kelenjer yang kecil- lecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Dalam
kelenjer sering terdapat secret granuler, secret yang terlepas dan corpora
anylacea.
Apabila unsure
fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang terjadi atas jaringan
ikat atau jaringan otot dengan elenjer – kelenjer yang letaknya saling
berjauhan. Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi
leiomymatosa. Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan
limfosit.
Selain gambaran diatas
sering terdapat parubahan lain berupa :
a. Metaplasia
skwamosa epitel kelenjer dekat uretra
b. Daerah
infark yang biasanya kecil – kecil dan kadang – kadang terlihat dibawah
mikroskop.
Tanda
dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar urin
dari kandung kemih.
G.
Ada 3 cara pengukuran besarnya
hipertropi prostat
1. Rectal
grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang
menonjol kedalam lumen rectum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli – buli
kosong.
Gradasi ini adalah :
a. 0
– 1 cm : grade 0
b. 1
– 2 cm : grade 1
c. 2
– 3 cm : grade 2
d. 3
– 4 cm : grade 3
e. 4
cm : grade 4
Pada
grade 3 – 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotic, teraba lebih kecil
dari normal.
2. Clinical
grading, dalam hal ini urin menjadi patokan . pada pagi hari setelah bangun
pasien disuruh kencing sampai selesai , kemudian dimasukkan kateter kadalam
buli – buli untuk mengukur sisa urine.
a. Sisa
urine 0 cc : normal
b. Sisa
urine 0-50 cc : grade 1
c. Sisa
urine 50-100 cc : grade 2
d. Sisa
urine > 150 cc : grade 3
e. Tidak
bisa kencing : grade 4
3. Intra
urethra grading, dengan alat perondoskop dengan diukur / dilihat beberapa jauh
penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra.
a. Grade
1 :
Clinical grading sejak berbulan – bulan,
bertahun – tahun, mengeluh kalau kencing tidak lancar, pancaran lemah, nokturia.
b. Grade
II :
Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
c. Grade
III :
Gejala makin berat.
d. Grade
IV :
Buli – buli penuh, disuria, overflow
incontinence, bila overlow inkotinence dibiarkan dengan adanya infeksi dapat
terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 40 – 41 ⁰
C, kesadaran menurun.
H.
Komplikasi
1. Urynaria
traktus infection
2. Retensi
urin akut
3. Obstruksi
dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal.
I.
Bila operasi bosa terjadi
a. Impotensi
( kerusakan nevron pundedes )
b. Hemoragic
paska bedah
c. Fistula
d. Striktur
paska bedah
e. Inkontinensia
urin
J.
Pemeriksaan fisik
1. Urinolisis
2. Urine
kultur
3. Pemeriksaan
fisik
K.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
2. Obat
– obatan : antibiotika , jika perlu.
3. Self
care :
a. Kencing
dan minum teratur.
b. Rendam
hangat, seksual intercourse
4. Pembedahan
a. Retropubic
prostatectomy
b. Perineal
prostatectomy
c. Suprapubic
/ open prostatectomy
d. Trans
urethtral resection ( TUR ), yaitu : suatu tindakan untuk menghilangkan
obstruksi prostat dengan menggunakan cystoscope melalui urethra. Tindakan ini
dilakukan pada BPH grade I.
Kontraindiksi tindakan pembedahan :
Orang tua dengan :
1) Decompensasi
kordis
2) Infark
jantung baru
3) Diabetes
mellitus
4) Malnutrisi
berat
5) Dalam
keadaan koma
6) Tekanan
darah systole 200 – 260 mmHg
L.
Hal – hal yang perlu diperhatikan pada
pasien post Tur prostat.
1. Drainase
urine, meliputi : kelancaran, earna, jumlah, cloting
2. Kebutuhan
cairan : minum adekuat ( ± 3 liter/hari )
3. Program
“ bladder training “ yaitu latihan kontraksi otot – otot perineal selama 10
menit dilakukan 4 kali sehari.
4. Dan
menentukan jadwal pengososngan kandung kemih : bokong pasien diletakkan diatas
stekpan / pispot atau pasien diminta ke toilet selama 30 menit – 2 jam untuk
berkemih.
5. Diskusikan
pemakaian kateter intermiten
6. Monitor
tumbul tanda – tanda infeksi ( kalor, dolor, rubor, tumor, fungsulaesa )
7. Rawat
kateter secara steril tiap hari. Pertahankan posisi kateter, jangan sampai
tertekuk.
8. Jelaskan
pola eliminasi dan pola seksual
9. Fungsi
normal kandung kemih akan kembali pada waktu 2-3 minggu , namun dapat juga
sampai 8 bulan yang perlu diikuti dengan latihan perineal / kegel exercise.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar