Sabtu, 11 Juli 2015

REUMATHOID ARTRITIS


REUMATOID ARTRITIS

1.            DEFENISI
RA adalah penyakit inflamatorik progresif, sistematik dan kronis sering terjadi pada wanita dengan perbandingan 3 : 1 lebih banyak daripada laki-laki yang menyerang pada usia antara 25-30/40 tahun. Infeksi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vaskuler eksudat dan ilfiltrasi seluler.
Penyakit ini menyerang banyak sendi terutama sendi jari tangan dan kaki yang sifatnya simetrik. Sendi-sendi lain yang terkena antara tulang servikal dan temporomandibular, sternoklavikular, lutut, tumit, dan kartilago krikoartinoid pada laring.
Struktur artikuler dan periartikuler secara progresif akan mengalami kerusakan karena proliferasi kronis pada sinovium dan granulasi jaringan kartilago menjadi nekrotik. Tingkat erosi pada kartilago artikuler dapat menimbulkan tingkat kecacatan artikuler tersebut.
Kerusakan pada kartilago dan tendon serta kelemahan tendon dan ligament dapat mengakibatkan subluksasi atau dislokasi sendi.

2.            ETIOLOGI
Hingga kini penyebab RA tidak diketahui tapi beberapa hipotesa menunjukkan bahwa RA dipengaruhi oleh factor-faktor:
a.       Mekanisme IMUN ( antigen – antibody )
Seperti interaksi antara IGC dan factor rematoid ( RF )
b.      Gangguan metabolism
c.       Genetic

3.            PATOFISIOLOGI

Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenarasi jaringan pnyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membrane synovial, yang melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi disekitarnya, termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya ligament dan tendon mengalami inflamasi. Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membrane synovial mengalami hipertrofi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lnjut menstimulasi nekrosis sel dan respons inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat mneyebar keseluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas.( Elizabeth J . Corwin , 2009 )

4.            PENYEBAB RA
RA adalah penyakit otoimun yang terjadi pada individu rentan setelah respon imun terhadap agen pemicu yang tidak diketahui. Agen pemicunya adalah bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi atau mirip sendi secara antigenic. Biasanya respon antibody awal terhadap mikroorganisme diperantarai oleh igG. Walaupun respon ini berhasil menghacurkn mikroorganisme, individu yang mengalami RA mulai membentuk antibody lain, biasanya igM atau igG, terhadap antibody igG awal. Antibody yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut factor rheumatoid ( rheumatoid factor, RF). RF menetap dikapsul sendi sehingga menyabakan inflamasi kronis dan kerusakan jaringan. RA diperkirakan terjadi karena predisposisi genetic terhadappenyakit otoimun. Wanita lebih sering terkena dari pada pria. Ada bkti kuat menunjukkan bahwa berbagai sitokin, terutama factor nekrosis tumor alfa ( tumor nekrosis factor alpha, TNF- α), menyebabkan siklus inflamasi dan kerusakan sendi.           ( Elizabeth J . Corwin , 2009 )

5.            GAMBARAN KLINIS
a.       Awitan RA ditandai oleh gejala umum inflamasi, berupa demam, keletihan, nyeri tubuh, dan pembengkakan sendi. Nyeri tekan sendi dan kekakuan sendi terjadi, mula-mula karena inflamasi akut dan kemudian akibat pembentukan jaringan parut. Sendi mekarpofalangeal dan pergelangan tangan biasanya dalah sendi yang pertama kali terkena. Kekakuan terjadi lebih parah pada pagi hari dan mengenai sendi secara bilateral. Episode inflamasi diselingi dengan periode remisi.
b.      Penurunan rentang gerak, deformitas sendi, dan kontraksi otot.
c.       Nodulus rheumatoid ekstrasinovial terbentuk pada sekitar 20% individu yang mengalami RA. Pembengkakan ini terjadi atas sel darah putih dan debris sel yang terdapat didaerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodulus biasanya terbentuk dijaringan subkutan diatas siku dan jari tangan. ( Elizabeth J . Corwin , 2009 )

Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat 3 stadium yaitu :
a.       Stadium sinovitis.
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan synovial yang ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak , bengkak dan kekakuan.
b.      Stadium destruksif
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan synovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
Selain tanda dan gejala tersebut terjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari “ SWAN-NECK” .

c.       Stadium deformitas.
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan “ pannus”, anklilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang.

6.            PERANGKAT DIAGNOSTIK
a.       Peningkatan factor rheumatoid serum pada 80% kasus.
b.      Perubahan radiograf mencakup dekalsifikasi tulang sendi.
c.       Aspirasi cairan synovial dapat memperlihatkan adanya sel darah putih dalam kultur yang steril. ( Elizabeth J . Corwin , 2009 )

7.            KOMPLIKASI
a.       Nodulus rheumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katub jantung atau pada paru , mata atau limpa. Fungsi pernapasan jantung dapat terganggu. Glaucoma dapat terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan ocular terbentuk pada mata.
b.      Vaskulitis ( inflamasi system vascular ) dapat menyebabkan thrombosis dan infark.
c.       Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari, depresi dan stress keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. ( Elizabeth J . Corwin , 2009 )


8.            PENATALAKSANAAN
a.       Sendi yang mengalami inflamasi diistirahatkan selama eksaserbasi .
b.      Periode istirahat setiap hari.
c.       Kompres panas dan dingin bergantian.
d.      Aspirin, obat anti-inflamasi nonstereoid lainnya, atau steroid sistemik. Terapi lainnya misalnya terapi emas dapat dicoba.
e.       Obat anti – TNF digunakan untuk menghambat inflamasi yang diperantarai sitokin.
f.       Pembedahan untuk mengangkat membrane synovial atau untuk memperbaiki deformities.
g.      Pengobatan herbal dengan khasiat anti-inflamasi telah digunakan pada beberapa generasi untuk mengurangi gejala RA. Pengobatan ini meliputi cakar kucing ( Uncaria tomentosa ), cakar setan ( Harpagiphytum procumbens 0, dan herbal cina lei gong teng ( Trypterigium wilfordii ). Praktisi harus menanyakan pasien apakah mengguanakan ibat ini atau obat bebas lainnya., dan harus memberi tahu pasien tentang kurangnya bukti ilmiah mengenai mekanisme kerja dan kefekyifan klinis herbal ini. ( Elizabeth J . Corwin , 2009 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar