Sabtu, 11 Juli 2015

PEMASANGAN INFUS



BAB I 

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pemasangan infus merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan cara memasukkan cairan melalui intra vena (pembuluh balik) melalui transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateler atau dengan jarum yang di sambungkan. Dan yang di maksud dengan pemberian cairan intravena adalah memasukan cairan atau obat langsung kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (potter,2005)
Tindakan infus biasa diberikan pada klien dengan dehidrasi, sebelum transfusi darah, pra dan pasca bedah sesuai program pengobatan, serta klien yang sistem pencernaannya terganggu, serta untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah: Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) Serangan panas (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi) Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi) Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh) Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah : Indikasi, kontraindikasi, serta komplikasi saat pemasangan infus. Jenis-jenis cairan infus. Prosedur pemasangan infus.


 BAB II
PEMBAHASAN
A.    Indikasi, kontraindikasi, serta Komplikasi saat Pemasangan Cairan Infus melalui intra vena
Indikasi Pemasangan Cairan Infus Melalui Intra vena Pemberian cairan intravena (intravenous fluids). Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas. Pemberian kantong darah dan produk darah. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu). Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat) Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
Ø  Kontraindikasi Pemasangan cairan infuse melalui intra vena
Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah). Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki). Komplikasi pemasangan cairan infuse melalui intra vena Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan berulang pada pembuluh darah. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
B.      Jenis-jenis cairan infus
Adapun jenis-jenis cairan infus yang biasa digunakan adalah : Cairan hipotonik : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih
rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi. Misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak). Contohnya : adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
Cairan Isotonik : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
Cairan hipertonik : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
Kristaloid : bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
Koloid : ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
C.     Prosedur pemasangan infus
Adapun prosedur/cara pemasangan infus yaitu :
Persiapan alat
1. Standar infuse
2. Cairan steril sesuai intruksi
3. Set infuse steril
4. Jarum/wing needle/Abocth dengan nomor yang sesuai
5. Bidai dan pembalut
6. Tali pengikat
7. Perlak
8. Pengikat pembendung (tourniquet)
9. Kapas alcohol 70%
10. Plaster
11. Gunting
12. Piala ganjal
13. Kassa secukupnya
14. Bethadin 10% dalam tempatnya  
Prosedur kerja
1. Memberitahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan kabagian karet atau akses selang kebotol infus
4. Isi cairan kedalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian dan buka klem selang hingga cairan memenuhi selang dan udara selang keluar
5. Letakkan pengalas dibawah tempat (vena)yang akan dilakukan penginfusan
6. Lakukan pembendungan dengan tourniquet (karet pembendung) 10-12 cm diatas tempat penusukkan dan anjurkan pasien untuk menggenggam dengan gerakan sirkuler (bila sadar)
7. Gunakan sarung tangan steril
8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol
9.  Lakukan penusukkan vena dengan meletakkan ibu jari dibagian bawah vena dengan posisi  jarum (abocath) mengarah keatas
10. Perhatikan keluarnya darah melelui jarum. Apabila saat penusukkan terjadi pengeluaran darah melalui jarum maka tarik keluar dalam jarum sambil meneruskan tusukan kedalam vena
11. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan/dikeluarkan, tahan bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar. Kemudian bagian infuse dihubungkan/disambungkan dengan selang infuse
12. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sasuai dengan dosis yang diberikan
13. Lakukan fiksasi dengan kassa steril
14. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum
15. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
16. Catat jenis cairan, letak infuse, kecepatan aliran, ukuran, dan tipe jarum infuse











 BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Pemasangan infus merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan cara memasukkan cairan melalui intra vena (pembuluh balik) melalui transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateler atau dengan jarum yang di sambungkan. Tindakan infus biasa diberikan pada klien dengan dehidrasi, sebelum transfusi darah, pra dan pasca bedah sesuai program pengobatan, serta klien yang sistem pencernaannya terganggu, serta untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Jenis-jenis cairan infus yang biasa digunakan adalah : cairan hipotonik ( NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%), cairan Isotonik (cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%)), cairan hipertonik (Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin), Kristaloid dan Koloid.
B.      Saran
Untuk melengkapi kekurangan makalah ini diharapkan saran dan kritik dari pembaca.




















 DAFTAR PUSTAKA

Buku Ketrampilan dan Prosedur Keperawatan Dasar Karya Husada.
Buku Ketrampilan Dasar Praktik klinik kebidanan Penerbit Salemba Medika.
www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar