BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemasangan infus merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan cara memasukkan cairan melalui
intra vena (pembuluh balik) melalui transkutan dengan stilet tajam yang kaku
seperti angiokateler atau dengan jarum yang di sambungkan. Dan yang di maksud
dengan pemberian cairan intravena adalah memasukan cairan atau obat langsung
kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus
set (potter,2005)
Tindakan infus biasa diberikan pada
klien dengan dehidrasi, sebelum transfusi darah, pra dan pasca bedah sesuai
program pengobatan, serta klien yang sistem pencernaannya terganggu, serta
untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Secara
umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus
adalah: Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen
darah) Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen
darah) Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha)
(kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) Serangan panas (heat stroke)
(kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi) Diare dan demam (mengakibatkan
dehidrasi) Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh) Semua trauma
kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah : Indikasi,
kontraindikasi, serta komplikasi saat pemasangan
infus. Jenis-jenis cairan infus. Prosedur pemasangan infus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Indikasi, kontraindikasi, serta Komplikasi saat Pemasangan Cairan Infus
melalui intra vena
Indikasi Pemasangan Cairan Infus Melalui Intra vena
Pemberian cairan intravena (intravenous fluids). Pemberian nutrisi parenteral
(langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas. Pemberian kantong darah
dan produk darah. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu). Upaya
profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar
dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena
untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat) Upaya
profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi
(kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps
(tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur
infus.
Ø Kontraindikasi
Pemasangan cairan infuse melalui intra vena
Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi
pemasangan infus. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal,
karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V
shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah). Obat-obatan yang berpotensi
iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya
pembuluh vena di tungkai dan kaki). Komplikasi pemasangan cairan infuse melalui
intra vena Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya
pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang
tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan berulang pada pembuluh darah.
Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh
darah), terjadi akibat ujung jarum infus
melewati pembuluh darah. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh
vena, terjadi akibat infus
yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi
akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus
ke dalam pembuluh darah.
B.
Jenis-jenis cairan infus
Adapun jenis-jenis cairan infus
yang biasa digunakan adalah : Cairan hipotonik : osmolaritasnya lebih rendah
dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih
rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi. Misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak). Contohnya : adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi. Misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak). Contohnya : adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
Cairan Isotonik : osmolaritas (tingkat
kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah),
sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus
menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya
pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan
Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
Cairan hipertonik : osmolaritasnya
lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari
jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah
(darah), dan albumin.
Kristaloid : bersifat isotonik, maka
efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam
pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang
memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
Koloid : ukuran molekulnya (biasanya
protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap
berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan
dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
C.
Prosedur pemasangan infus
Adapun prosedur/cara pemasangan infus
yaitu :
Persiapan
alat
1.
Standar infuse
2.
Cairan steril sesuai intruksi
3.
Set infuse steril
4.
Jarum/wing needle/Abocth dengan nomor yang sesuai
5.
Bidai dan pembalut
6.
Tali pengikat
7.
Perlak
8.
Pengikat pembendung (tourniquet)
9.
Kapas alcohol 70%
10.
Plaster
11.
Gunting
12.
Piala ganjal
13.
Kassa secukupnya
14.
Bethadin 10% dalam tempatnya
Prosedur
kerja
1.
Memberitahu pasien tentang
tindakan yang akan dilakukan
2.
Cuci tangan
3. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan
kabagian karet atau akses selang kebotol infus
4. Isi cairan kedalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian dan buka
klem selang hingga cairan memenuhi selang dan udara selang keluar
5.
Letakkan pengalas dibawah tempat (vena)yang akan dilakukan penginfusan
6. Lakukan pembendungan dengan
tourniquet (karet pembendung) 10-12 cm diatas tempat penusukkan dan anjurkan
pasien untuk menggenggam dengan gerakan sirkuler (bila sadar)
7.
Gunakan sarung tangan steril
8.
Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol
9. Lakukan penusukkan vena dengan
meletakkan ibu jari dibagian bawah vena dengan posisi jarum (abocath)
mengarah keatas
10. Perhatikan keluarnya darah melelui
jarum. Apabila saat penusukkan terjadi pengeluaran darah melalui jarum maka
tarik keluar dalam jarum sambil meneruskan tusukan kedalam vena
11. Setelah jarum infus bagian dalam
dilepaskan/dikeluarkan, tahan bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari
tangan agar darah tidak keluar. Kemudian bagian infuse dihubungkan/disambungkan
dengan selang infuse
12.
Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sasuai dengan dosis yang diberikan
13.
Lakukan fiksasi dengan kassa steril
14.
Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum
15.
Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
16.
Catat jenis cairan, letak infuse, kecepatan aliran, ukuran, dan tipe jarum
infuse
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemasangan infus merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien dengan cara memasukkan cairan melalui intra vena
(pembuluh balik) melalui transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti
angiokateler atau dengan jarum yang di sambungkan. Tindakan infus
biasa diberikan pada klien dengan dehidrasi, sebelum transfusi darah, pra dan pasca
bedah sesuai program pengobatan, serta klien yang sistem pencernaannya
terganggu, serta untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari
tubuh. Jenis-jenis cairan infus
yang biasa digunakan adalah : cairan hipotonik ( NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%),
cairan Isotonik (cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%)), cairan hipertonik (Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik,
Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan
albumin), Kristaloid dan Koloid.
B.
Saran
Untuk
melengkapi kekurangan makalah
ini diharapkan saran dan kritik dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ketrampilan dan Prosedur Keperawatan Dasar Karya Husada.
Buku Ketrampilan Dasar Praktik klinik kebidanan Penerbit
Salemba Medika.
www.google.com
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar